Konsep Umum Positive Deviance
Dalam positive deviance, secara teoritis ada tahapan yang harus dilakukan yang disebut dengan istilah 6 “D” sebagai langkah yang harus dilalui dengan catatan yang melakukannya adalah komunitas yang bersangkutan yang didampingi oleh fasilitator. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Define, tetapkan atau definisikan masalah dan solusinya, dengarkan apa penyebabnya (analisis situasi) menurut mereka/komunitas sehingga lahir problem statement dari komunitas. Misalnya, dalam suatu kelompok masyarakat, anak-anak keluarga miskin mengalami kekurangan gizi.
Determine, tentukan apakah ada orang-orang dari komunitas mereka yang telah menunjukkan prilaku yang diharapkan atau menyimpang (deviants) dari keluarga miskin yang lain. Misalnya, ada anak dari keluarga miskin yang gizinya baik, sementara mereka berasal dari tempat yang sama dan menggunakan sumber yang sama
Discover, cari tahu apa yang membuat “penyimpang” mampu menemukan solusi yang lebih baik dari pada tetanggganya. Misalnya, “penyimpang” memberikan makanan secara aktif kepada anaknya, memberikan makanan yang bergizi (bersumber lokal) walau tidak biasa dikonsumsi oleh orang lain, memberi makan lebih sering kepada anaknya. Pastikan “penyimpang“ tidak mendapatkan subsidi dari sanak keluarganya yang mampu, baik yang berada di perkampungan itu maupun di daerah lain, sehingga itu juga merupakan penyebab anak tersebut menjadi lebih sehat.
Design, rancang dan susun strategi yang memampukan orang lain mengakses dan mengadopsi prilaku baru tersebut. Misalnya, membuat program gizi dan peserta diwajibkan membawa food contributions berupa makanan “penyimpang” dan mempraktekkannya secara aktif. Atau ada strategi lain yang bersumber kepada kebiasaan lokal yang bisa mendukung pengadopsian prilaku “penyimpang” yang sehat tadi.
Discern, amati tingkat efektivitas intervensi melalui pengawasan dan monitoring yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya, mengukur status gizi anak-anak yang ikut program gizi dengan penimbangan dan dampaknya kepada anak-anak sepanjang waktu. Juga jangan lupa mengukur tingkat kepedulian anggota masyarakat lain terhadap peningkatan gizi anak, karena ini juga merupakan peningkatan kapasitas masyarakat terhadap kesehatan terutama gizi anak.
Disseminate, sebarluaskan kesuksesan kepada kelompok lain yang sesuai. Misalnya, bentuk sebuah “Universitas Hidup” (laboratorium sosial) sebagai tempat belajar bagi orang lain yang tertarik untuk mengadopsi prilaku mereka sendiri di tempat lain dan siap berpartisipasi dalam program tersebut. Untuk pendukung juga lebih bagus dilakukan kampanye terhadap peningkatan status gizi anak yang lebih efektif dan efisien daripada pola yang konvensional. Jadikan isu ini menjadi isu komunitas, tidak isu pribadi hanya keluarga yang terkena kasus gizi buruk saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar